ANALISIS VARIAN ISLAM DI JAWA  

Posted by Unknown in

Prolog :
Menurut Clifford Geertz ada 3 varian  Islam Jawa yaitu: abangan, santri, priyayi
1.      Analisislah sejarah singkat munculnya 3 varian itu! Bedakan dan bandingkan ke 3 varian  itu dengan contohnya.
2.      Analisislah mengapa Islam di Jawa atau yang mayoritas Islam sinkretis bukan Islam fiqh! Dan mengapa abangan /nasionalis selalu menang dalam percaturan politik?

Interlecutor :
            Beranjak dari sejarah awal mula masuknya Islam di pulau Jawa sendiri dapat diketahui bahwa awal mulanya Islam masuk ke tanah Jawa berada di Banten tetapi hal ini jarang diketahui oleh sebagian orang dikarenakan ketika itu Islam di Banten tidak dalam society yang besar seperti di Demak. Sehingga sebagian besar orang menyatakan bahwa Islam pertama kali masuk ke pulau Jawa berada di Demak. Mengapa harus Demak? Karena pada saat itu kita ketahui bahwa kerajaan Hindu terbesar yang ada adalah Majapahit yang ibukota kerajaannya berada di Mojokerto yang notabene lebih dekat terhadap Demak.(Nina H Lubis) Awal munculnya varian Islam di pulau Jawa sejalan dengan munculnya kerajaan Islam (Demak) di Jawa. Maju mundurnya kerajaan Demak tidak lepas dari pengaruh seorang wali dari Sembilan wali yang terkenal selama ini yaitu Sunan Giri.
Ketika Demak mulai tumbuh dan kembang, pada saat itu pula kerajaan Majapahit masih ada pada fase kemundurannya. Secara ekologi antara Majapahit dengan Demak memiliki letak geografis yang berbeda, Demak berada di daerah pesisir utara pulau Jawa dan Majapahit berada di daerah pertengahan pulau Jawa. Letak gegrafis inilah yang nantinya akan membentuk adanya Islam abangan dan putihan.
            Pendiri kerajaan Demak adalah Raden Fatah yang notabene masih memiliki darah Majapahit, sehingga sampai saat ini jika kita tinjau ke Kraton Demak masih ada sebuah peninggalan kramat kerajaan Majapahit. Ketika Raden Fatah berada di Demak, beliau dalam kesehariannya disertai salah satu wali yaitu Sunan Giri sebagai penasehatnya. Dan dalam sejarah, Sunan Giri adalah salah satu wali yang identik dengan istilah Islam Putihan, sehingga kerajaan Demak pada saat itu dipengaruhi oleh ajaran Islam fiqh. Awal mula adanya istilah abangan dan putihan itu koheren dengan lahirnya Demak sebagai kerajaan Islam. Ketika ada sebuah majelis yang di dalam terdapat Sunan Kalijaga dan Sunan Giri, pada saat mereka membahas tentang metode dakwah penyebaran Islam di pulau Jawa terjadi sebuah perbedaan cara pandang yang saling bertolak belakang. Sunan Giri menghendaki metode dakwah yang harus benar-benar berdasarkan syariat Islam yang bersumberkan al-Qur’an dan al-Hadits dan puritanisme terhadap system adat yang telah ada. Sedangkan Sunan Kalijaga menghendaki metode yang luwes yang lebih menekankan pada nilai budaya dan adat istiadat yang berlaku atau ‘urf dalam istilah ushul fiqh. Sunan Kalijaga menyadari bahwa sebagian besar mayarakat pada saat itu masih kental terhadap adat atau kebiasaan yang masih dipengaruhi kebiasaan-kebiasaan Hindu dari kerajaan Majapahit. Kemungkinan pendapat Sunan Kalijaga ini didasarkan atas pengalamannya sebelum ia memeluk Islam yang kesehariannya selalu bergemul dengan rakyat biasa pedalaman dan kebiasaannya dalam tindakan criminal. Sehingga ia tahu akan seluk-beluk keadaan masyarakat yang ada jauh dari pesisir pantai utara pulau Jawa. Sedangkan Sunan Giri adalah seorang yang memang dari masa kecilnya telah berada dalam posisi masyarakat yang dominan dengan ajaran Islam di daerah pesisir.
            Perbedaan metode dakwah ini akhirnya berujung pada penyekatan akan wilayah dakwah antara Sunan Kalijaga dengan Sunan Giri. Sunan Giri sebagai orang memiliki pengaruh dalam kepemerintahan Demak akhirnya tetap berada di Demak menyebarkan Islam dengan metode Syariat  ( dapat disamakan dengan Islam aliran yang benar-benar berdasarkan berlandaskan al-Qur’an dan al-Hadits sehingga dapat dikatakan sebagai aliran Islam yang bersih akan perbuatan yang mengandung bid’ah dan syirik sehingga menyatakan sebagai Islam Putihan). Sunan Kalijaga yang pada saat itu kurang memiliki pengaruh dalam kepemerintahan Demak akhirnya keluar dari kerajaan Demak dan menyebarkan Islam jauh dari daerah pesisir dengan metode dakwahnya yang lebih menekankan ‘urf ( tidak mengenyampingkan nilai adat istiadat yang ada, jika ada yang tidak sesuai dengan ajaran Islam maka diluruskan dengan modifikasi secara perlahan, karena kurang berdasarkan pada sumber hukum Islam dalam artian tidak benar-benar suci maka dikatakan sebagai Islam merah atau abangan). Demikianlah kisah terbentuknya varian yang ada di Jawa.
            Islam abangan yang identik dengan Sunan Kalijaga terbagi lagi atas dua golongan yaitu abangan awam dengan priyayi (kerajaan). Sunan Kalijaga yang menyebarkan Islam dengan caranya dapat menyentuh rakyat awam dan orang-orang yang berada di kerajaan dimana masih adanya system protokoler yang sulit untuk diadaptasikan dengan syariat yang benar-benar berdasarkan dua sumber hukum Islam. Hal ini adalah hakikat manusia, Jean Peaget seorang psikologi kognitif menyatakan bahwa jika seseorang yang telah berada dalam keadaan hal itu membuat ia dalam hal itu akan sulit keluar dari hal itu dari hal yang lain untuk membuatnya menjadi hal lain itu. Untuk menjadikannya sebagai hal lain itu harus melalui pendekatan yang ada keidentikan dari hal yang awal dengan perlahan secara reinforcement. Pendapat ini juga sepaham atas pendapat Ibn Khaldun dalam bukunya yang fenomenal, Muqaddimah.
            Antara abangan dengan priyayi terdapat perbedaan yang disebabkan atas perbedaan status sosial, jelas adanya bahwa orang yang berada pada kedudukan di atas tidak ingin disamakan dengan orang yang berada di bawahnya. Orang yang berada di kraton kerajaan jelasnya akan mempertahankan system protokolernya dalam kesehariannya dan system itu berbeda dengan peraturan yang ada di mayarakat awam. Hal ini yang membedakan abangan dengan priyayi, akan tetapi antara abangan dan priyayi memiliki kesamaan dalam metode dakwahnya yaitu masih kental akan nilai budaya dan adat istiadat yang ada.
Berikut table perbedaan Islam abangan dan putihan:
Abangan
Putihan
Daerah penyebarannya di pedalaman Jawa

Daerah penyebarannya di pesisir pantai Jawa
Lebih dekat dengan masyarakat petani
Lebih dekat dengan masyarakat nelayan dan pedagang
Pelopornya Sunan Kalijaga
Pelopornya Sunan Giri

Tidak meninggalkan nilai budaya yang ada atau menekankan pada ‘Urf
Lebih menekankan pada syariat yang ada pada dua sumber hukum Islam
Disebut dengan Islam abangan dan priyayi
Disebut dengan Islam santri

Masyarakatnya lebih dominan
Masyarakatnya di bawah dominan

Etos kerja masyarakatnya rigid/keras
Etos kerja masyarakatnya luwes

Pahamnya dikenal dengan sinkretisme
Pahamnya dikenal dengan fiqh/ puritanisme


            Sejalan dengan bergulirnya waktu ketika runtuhnya Majapahit, maka terbentuklah kerajaan baru yaitu Mataram yang didirikan oleh Panembahan Senopati dibantu oleh Sunan Kalijaga dan penguasa Laut Selatan, Nyi Roro Kidul. Lalu menyusul pula runtuhnya kerajaan Demak sebagai kerajaan Islam. Diantara kerajaan-kerajaan yang ada, hanya Mataramlah yang bertahan hingga terpecah menjadi Yogyakarta dengan Surakarta yang masih eksis hingga saat ini. Dan dari dua pecahan Mataram inilah negara Indonesia dapat memperjuangkan kemerdekaannya. Dan Islam yang dibawanya pun adalah Islam sinkretisme. Dan dilihat dari demografisnya dapat diketahui bahwa mayarakat Indonesia mayoritas menganut Islam sinkretis daripada Islam fiqh. Faktornya karena Islam adalah agama yang baru, sehingga sulit untuk melepaskan nilai yang ada sebelum datangnya Islam (animisme/dinamisme). Dan penyebaran Islam sendiri melalui perdagangan melalui jalur pelayaran/ laut. Sehingga hanya daerah pesisir saja yang mengerti akan Islam yang berdasarkan syariat.
            Maka dari itu ketika dalam pecaturan politik yang selalu mendominan adalah golongan abangan dengan paham Islam sinkretis yang masih berpegang pada adat dan kebiasaannya. Sebagai contoh real bahwa dari dimulainya roda pemerintahan Indonesia hingga sampai ini yang mendominasi adalah partai nasionalis seperti PNI, Golkar, PDI Perjuangan, dan sekarang yang genjar adalah Nasdem. Sedang partai Islam seperti PPP menduduki urutan yang kesekian. Dan dalam percaturan politik di Indonesia antara partai politik Islam yang tradisionalis (masih ada paham sinkretis) menduduki posisi di atas partai politik Islam fiqh seperti antara PPP (tradisionalis) dengan PKS (fiqh).
            Dan mulai awal pemilihan presiden Indonesia hingga saat ini, calon presiden selalu menggandeng dua partai besar yang saling bertolak yaitu nasionalis dengan islami yang tradisonal. Sebagai contoh pada pemilu 2004, kita ketahui bahwa pasangan Susilo Bambang Yudoyono-Jusuf Kalla menang dalam pergulatan politik saat itu. Analisa yang ada bahwa SBY berasal dari kalangan nasionalis dan JK pada saat itu adalah orang birokrat yang sekaligus pengurus besar NU di Sulawesi Selatan.

Sumber analisis:
1.      Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa. Dr.H.J. De Graff dan Dr.Th.G.Th. Pigeaud. GrafitiPress
2.      Islam Jawa. Mark Woodward. LKis. Yogyakarta
3.      Banten Dalam Pergumulan Sejarah. Nina H Lubis. LP3S
4.      Psikologi Kepribadian. Alwisoll. UMM Press. Malang
5.      Muqaddimah. Ibn Khaldun. 

This entry was posted on Jumat, November 30, 2012 at 3:29 AM and is filed under . You can follow any responses to this entry through the comments feed .

0 comments

Posting Komentar