undefined
undefined
Kebijakan Otonomi Daerah Dalam Kerangka NKRI
BAB I
PENDAHULUAN
Judul pembahasan yang kita bahas
adalah “Kebijakan otonomi daerah dalam kerangka NKRI”. Tema ini relevan untuk
dibahas ditengah upaya kita untuk memperkuat sistem demokrasi dan sistem
pemerintahan yang baik di daerah, terutama sejak dimunculkannya semangat
desentralisasi pada masa reformasi 1998 lalu. Pada saat ini kita tengah berada
pada era pelaksanaan otonomi daerah, dimana tujuannya adalah membuat daerah
menjadi lebih mandiri, maju dan sejahtera –dalam kerangka penguatan pembangunan
nasional.
Keberhasilan pembangunan daerah merupakan bagian
integral dari keberhasilan pembangunan nasional dalam kerangka NKRI.
Desentralisasi merupakan paradigma yang memperkokoh pembangunan daerah dewasa
ini. Paradigma desentralisasi tersebut, tidak saja semata-mata merupakan reaksi
atas praktik pembangunan nasional yang sentralistik, sebagaimana diterapkan
sedemikian rupa pada masa Orde Baru, tetapi sudah menjadi tuntutan mendasar
yang harus diterapkan dengan mengimplementasikan konsep otonomi daerah secara
luas.
BAB II
PEMBAHASAN
Kebijakan Otonomi Daerah dalam
Kerangka NKRI
A. Hakikat
Otonomi daerah
Otonomi daerah Dapat diartikan
sebagai hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan kepada daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat menurut aspirasi masyarakat untuk meningkatkan daya guna dan hasil
guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat
dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pemerintah daerah adalah kepala daaerah beserta perangkat daerah otonom
yang lain sebagai badan eksekutif daerah. DPRD adalah badan legislative daerah.
Sedangkan Daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat.
B. Otonomi daerah dalam kerangka NKRI
Implementasi paradigma
desentralisasi di Indonesia, selaras dengan konstitusi (UUD Negara RI 1945)
dilakukan untuk memperkuat format negara kesatuan (NKRI), bukan dalam format
negara federal (federalisme). Kerangka otonomi daerah secara luas di Indonesia,
dengan demikian diharapkan dapat berjalan secara efektif dalam menggerakkan
laju pembangunan di berbagai bidang di daerah, dalam memperkuat NKRI. Dengan
implementasi otonomi daerah secara luas dalam kerangka penguatan NKRI, maka
diharapkan :
1. Akan muncul kemandirian yang
digerakkan oleh kreativitas dan inovasi daerah dalam mengoptimalisasikan
berbagai potensi sumberdaya yang ada, baik sumberdaya manusia maupun sumberdaya
alam, untuk kepentingan kemajuan dan kesejahteraan daerah –dan dengan demikian
otomatis akan mendukung atau memperkokoh pembangunan nasional dalam bingkai
NKRI.
2. Tata hubungan antara pusat-daerah
diharapkan akan menjadi lebih proporsional, harmonis dan produktif dalam rangka
penguatan integrasi (persatuan dan kesatuan) bangsa dan pembangunan nasional.
Dengan demikian, tidak akan ada lagi keluhan-keluhan dari daerah atas kebijakan
pemerintah pusat yang dinilai tidak adil. Demikian pula, tidak akan ada lagi
resistensi dan gejolak terkait dengan hubungan pusat-daerah. Pergerakan
pendulum antara sentralisasi dan desentralisasi sangat jelas terlihat dari
rumusan Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah yang ada, baik sebelum dan
setelah era reformasi. Sebelum era reformasi, berlaku UU No. 5 tahun 1974
tentang Pemerintahan Daerah. Pada saat itu, terjadi turbulensi di bidang
politik, ekonomi, sosial dan budaya, sampai diundangkannya UU No. 22 tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah. Setelah itu, kini telah berlaku UU No. 32 tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah. Membandingkan pokok-pokok pikiran antara UU
No. 5 tahun 1974 dengan UU No. 22 tahun 1999 dan UU No. 32 tahun 2004, ada
perbedaan mendasar.
·
Pertama, dari sisi
filosofis. UU No. 32 tahun 2004 filosofinya adalah keseragaman atau uniformitas,
sedangkan UU No. 22 tahun 1999 dan UU No. 32 tahun 2004 filosofinya adalah keanekaragaman
dalam kesatuan.
·
kedua, dari
aspek pembagian satuan pemerintahan. UU No. 5 tahun 1974 menggunakan pendekatan
tingkatan (level approach), ada Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat
II. Sedangkan, UU No 22 tahun 1999 menggunakan pendekatan besaran dan isi
otonomi (size and content approach), ada daerah yang besar dan ada
daerah yang kecil berdasar kemandirian masingmasing, ada daerah dengan isi
otonomi terbatas dan ada daerah yang otonominya luas. Sementara, UU No. 32
tahun 2004 menggunakan pendekatan besaran dan isi otonomi (size and
content approach), dengan menekankan pada urusan yang berkeseimbangan
dengan azas eksternalitas, akuntabilitas dan efisiensi.
·
Ketiga, fungsi utama
pemerintahan daerah, menurut UU No. 5 tahun 1975 adalah sebagai promotor
pembangunan, sedangkan menurut UU No. 22 tahun 1999 sama dengan UU No. 32
tahun 2004 yaitu sebagai pemberi pelayanan masyarakat.
·
Keempat, terkait
dengan penggunaan azas penyelenggaraan pemerintah daerah. Menurut UU No. 5
tahun 1974 adalah seimbang antara desentralisasi, dekonsetrasi dan tugas
pembantuan pada semua tingkatan. Sementara pada UU No. 22 tahun 1999,
desentralisasi terbatas pada daerah provinsi dan pada luas daerah
kabupaten/kota, dekonsentrasi terbatas pada kebupaten/kota dan luas pada
provinsi, tugas pembantuan yang seimbang pada semua tingkatan pemerintahan
sampai ke desa. Sedangkan, menurut UU No. 32 tahun 2004, desentralisasi diatur
berkesimbangan antara daerah provinsi, kabupaten/kota, desentralisasi terbatas
pada kabupaten/kota dan luas pada provinsi, tugas pembantuan berimbang pada
semua tingkatan pemerintahan. Bagaimanapun, otonomi Daerah merupakan kewenangan
untuk membuat kebijakan (mengatur) dan melaksanakan kebijakan (mengurus)
berdasarkan perkara sendiri. Sehingga, masyarakat yang berada pada satu
teritori tertentu adalah pemilik dan subyek Otonomi daerah. Hal ini, membawa
konsekwensi perlunya partisipasi aktif dari masyarakat dalam setiap tahap
penyelenggaraan otonomi.
Otonomi daerah sebagai salah satu
bentuk pengejawantahan dari proses desentralisasi. Kepentingannya adalah upaya
untuk lebih mendekati tujuan-tujuan diselenggarakannya pemerintahan untuk
mewujudkan cita-cita masyarakat yang lebih baik, yang adil dan makmur. Dua tema
adil dan makmur dalam konteks ini berarti terciptanya suatu tatanan yang
demokratis dan masyarakat yang sejahtera di daerah. Kebijakan desetralisasi
akan mendorong terciptanya tatanan yang demokratis dan mewujudkan kesejahteraan
masyarakat.
C. Alasan Indonesia membutuhkan
desentralisasi otonomi daerah:
1. Kehidupan berbangsa dan bernegara
selama ini sangat terpusat di Jakarta, pembangunan wilayah lain sebagian
dilalaikan.
2. Pembagian kekayaan secara tidak adil
dan tidak merata.
3. Kesenjangan sosial sangat mencolok
D. Pentingnya penerapan kebijakan
desentralisasi otonomi daerah adalah:
1.
Paradigma
desentralisasi juga selaras dengan prinsip pemerintahan yang demokratis, dengan
adanya pengaturan kewenangan yang seimbang antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah. Desentralisasi tidak menafikkan peran dan kewenangan
pemerintah pusat. Asas dekonsentrasi tetap harus Dipatuhi dan dilaksanakan
dengan baik, seiring sejalan (sinergis) dengan laju implementasi otonomi
daerah.
2.
Desentralisasi
juga mencegah terjadinya pemusatan kekuasaan, yang dapat menimbulkan munculnya
pemerintahan yang otoriter, serta mendorong demokratisasi di tingkat lokal,
karena rakyat lebih mempunyai peluang untuk terlibat dalam penyelenggaraan
pemerintahan di wilayahnya masing-masing (grass roots democracy).
3.
Desentralisasi
menciptakan efisiensi pemerintahan, karena sebagian urusanurusan pemerintahan
diselenggarakan oleh satuan-satuan pemerintahan tingkat daerah, sehingga
memperpendek rentang birokrasi bila dibandingkan dengan pengendalian dari
Pusat.
4.
Dari segi
sosiokultural, desentralisasi menyebabkan kepentingan rakyat di daerah-daerah
yang memiliki kekhususan-kekhususan tertentu dapat tertangani dengan lebih
baik.
5.
Desentralisasi
membuat pembangunan dapat berjalan dengan lebih baik dan terarah, karena dilakukan
langsung oleh satuan-satuan pemerintahan di tingkat daerah.
E. Argumentasi dalam pelaksanaan
desentralisasi pada otonomi daerah
Pelaksanan desentralisasi harus
dilandasi argumentasi yang kuat dan baik secara teoritik atau empirik. Argumen
dalam memilih desentralisasi otonomi daerah:
1. Untuk terciptanya efisiensi dan
efektifitas penyelenggaraan pemerintahan
ü Fungsi
distributif (mengelola berbagai dimensi kehidupan)
ü Fungsi
regulatif (menyangkut penyediaan barang dan jasa)
ü Fungsi
Ekstraktif (memobilisasi sumberdaya keuangan untuk aktivitas negara)
2. Sebagai sarana pendidikan politik
3. pemerintahan daerah sebagai
persiapan untuk karir politik lanjutan terutama karir dibidang politik dan
pemerintah ditingkat nasional
4. stabilitas politik
5. kesetaraan politik, masyarakat
tingkat lokal mempunyai kesempatan untuk terlibat dalam politik
6. Akuntabilitas public Demokrasi
memberikan ruang dan peluang kepada masyarakat, untuk berpartisipasi dalam
segala bentuk kegiatan penyelenggaraan negara.
F. Bentuk dan Tujuan Desentralisasi
dalam Konteks Otonomi Daerah
1. Dekonsentrasi
Hanya berupa pergesran volume
pekerjaan dari parlemen pusat kepada perwakilannya yang ada didaerah tanpa
adanya penyerahan atau pelimpahan kewenangan untuk mengambil keputusan atau
keleluasaan untuk membuat keputusan. Dapat ditempuh melalui:
ü Transfer
kewajiban dan bantuan keuangan dari pemerintah pusat kepada propinsi, distrik
dan unit administratif lokal
ü Koordinasi
unit-unit pada level sub-nasional atau melalui insentif dan paraturan
perjanjian diantara pemerintah pusat dan daerah serta unti-unit tersebut.
2. Delegasi
Adalah pelimpahan pengambilan
keputusan dan kewenangan manajerial untuk melakukan tuga-tugas khusus kepada
organisasi yang tidak secara langsuang berada dibawah pangawasan pemerintah
pusat .
3. Devolusi
Adalah kondisi dimana pemerintahan
pusat membentuk unit-unit pemerintahan diluar pemerintahan pusat dengan
menyerahkan sebagian fungsi-fungsi tertentu kepada unit-unit itu untuk
dilaksanakan secara mandiri. Menurut Rondinelli, devolusi merupakam upaya
memperkuat pemerinyahan didaerah secara lelgal yang secara subtantif
kegiatan-kegiatan yang dilakukannya diluar kendali langsung pemerintah pusat.
Ciri yang melekat pada devolusi:
a. Adanya sebuah badan lokal yang
secara konstitusional terpisah dari pemerintah pusat dan bertanggung jawab pada
pelayanan lokal yang signifikan.
b. Pemerinyah daerah harus memiliki
kekayaan sendiri, anggaran dan rekening seiring dengan otoritas untuk
meningkatkan pendapatannya.
c. Harus mengembangkan kompetensi staf.
d. Anggota Dewan yang terpilih, yang
beroperasi pada garis partai, harus menentukan kebijakan dan prosedur internal.
e. Pejabat pemerintah pusat harus
melayani sebagai penasihat dan evaluator luar yang tidak memiliki peranan
apapun didalam otoritas local
4. Privatisasi
Adalah suatu tindakan pemberian kewenangan dari
pemerintah kepada badan-badan sukarela, swasta dan swadaya masyarakat, tetapi
dapat pula merupakan peleburan badan pemerintah menjadi badan usaha swasta.
Misal: BUMN dan BUMD dilebur menjadi Perseroan Terbatas (PT). Tugas Pembantuan
Merupakan pemberian kemungkinan dari pemerintah pusat/pemerintah daerah yang
lebih atas untuk meminta bantuan kepada pemerintah daerah yang tingkatannya
lebih rendah agar menyelenggarakan tugas/urusan rumah tangga dari daerah yang
tingkatannya lebih atas.
G. Kebijakan dan Tujuan Otonomi daerah
Jadi pada intinya, tujuan dan kebijakan desentralisasi
otonomi daaerah dalam kerangka NKRI adalah:
1.
Pemerintahan
otonomi daerah mewujudkan cita-cita masyarakat yang lebih baik, yang
adil dan makmur yang berarti terciptanya suatu tatanan yang demokratis dan
masyarakat yang sejahtera di daerah.
2.
Desentralisasi
atau otonomi daerah yang mampu menumbuhkan modal sosial dan tradisi kewargaan
di tingkat lokal.
3.
Penerapan
Otonomi Daerah yang mendorong peningkatan kesejahteraan rakyat daerah,
khususnya rakyat miskin.
4.
Otonomi
daerah mempermudah mengakses sumberdaya dan mengembangkan potensin untuk dapat
meningkatkan kemajuan daerah masing-masing, sehingga kesenjangan antardaerah
dan pusat dapat diperkecil.
5.
Otonomi
daerah dapat menjawab akar tuntutan politik yaitu tuntutan keadilan ekonomi
yang kurang adil antara pusat dan daerah.
6.
otonomi
daerah meningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik,
mengembangkan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan serta memelihara
hubungan yang serasi antara pusat dan daerah dan antar daerah.
7.
Pembagian
kebijakan kewenangan Daerah Otonomi Propinsi dalam rangka desentralisasi
mencakup:
a) Kebijakan Yang meliputi lintas
kabupaten dan kota (bidang PU, Perhubungan, Perkebunan)
b) Kebijakan dalam Perencanaan dan
pengendalian pembangunan regional secara makro
c) Kebijakan dalam hal kelautan yang
meliputi eksplorasi, akspluoitasi, konservasi
d) Daerah Otonom Kabupaten dan Daerah
Otonom Kota bertanggung jawab atas beberapa bidang, misalnya Peternakan,
Pertanian, Pendidikan dan Kebudayaan, Tenaga Kerja, Kesehatan, Lingkungan
Hidup, Pekerjaan Umum, Perhubungan, Pedagangan dan Industri, Penanaman Modal,
dan Koperasi
8.
Otonomi
Daerah sebagai komitmen dan kebijakan politik nasional merupakan langkah strategi
yang diharapkan akan mempercepat pertumbuhan dan pembangunan Daerah, disamping
menciptakan keseimbangan pembangunan antar daerah di Indonesia.
9. Otonomi daerah memfasilitasi bentuk
kegiatan didaerah dalam bidang ekonomi.
10. Pemerintahan daerah harus kreatif
11. Otonomi daerah membentuk Politik lokal yang stabil
12. Pemerintahan Daerah harus menjamin kesinambungan
berusaha
13. Pemerintahan
Daerah harus komunikatif dengan LSM, terutama dalam bidang perburuhan dan
lingkungan hidup.
BAB III
DAFTAR PUSTAKA

This entry was posted
on Jumat, November 16, 2012
at 6:56 AM
and is filed under
Politik
. You can follow any responses to this entry through the
comments feed
.