Buruh dan Hardiknas  

Posted by Unknown in

Setiap awal Mei, masyarakat Indonesia dihadapkan pada peringatan dua hari penting. Pertama adalah Hari Buruh yang diperingati tiap 1 Mei, dan kedua, Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) pada 2 Mei. Hari Buruh lebih cenderung diramaikan dengan demo buruh menuntut keadilan dan kesejahtraan. Hardiknas condong pada seremonial akademis, seperti Workshop pendidikan, seminar pendidikan dan lainnya.
Perlu diketahui, kedua peringatan tersebut bukan absurd tanpa korelasi signifikan. Dunia buruh dengan pendidikan bersifat inheren. Karena kelahiran buruh tak lain adalah salah satu produk dunia pendidikan. Semakin rendah pendidikan seseorang, semakin sulit pula mendapat pekerjaan yang layak. Begitu pula sebaliknya. Mayoritas buruh adalah orang berpendidikan rendah. Atau jika tidak buruh adalah alumni perguruan tinggi namun minim skill. Sehingga mereka terpaksa bekerja seadanya.

INDONESIA DI BIBIR NERAKA  

Posted by Unknown in


Ahir-ahir ini kita dihebohkan oleh kasus degradasi normal yang dilakukan oleh pihak-pihak yang lebih mementingkan kepentingan individu daripada kepentingan mayoritas. Penegak hokum telah mengalami disorientasi , bagaimana tidak, semisal hakim syarifuddin. Seorang hakim yang kalau dilihat dari nama maupun secara institusi seharusnya bertindak bijak, bersikap proporsional dan membela yang benar, saat ini telah melakukan penyelewengan atas konstitusinya sendiri. Syarifuddin membeoli konstistusinya sendiri dengan melanggar kode etik hakim yang dilarang menerima suap dari pihak manapun. Sebenarnya tidak hanya syarifuddin, masih banyak penegak-penegak hokum lainnya yang sama bejadnya, sebut saja jaksa cirus yang menghilangkan beberapa pasal korupsi atas gayus.
Tidak hanya dengan penegak hokum, pejabat pemerintah baik yang duduk legislative maupun pejabat pemerintahan lainnya pun berbondong-bondong merapat ke gedung TIPIKOR untuk menjalani sidang tersangka. Wakil rakyat yang seharusnya melindungi, mengayomi, dan mensejahterakan rakyat malah mendistorsi tugas mereka.

WIJI TUKUL  

Posted by Unknown in

Suara-Suara itu tak bisa dipenjarakan, di sana bersemayam kemerdekaan, apabila engkau memaksa diam, aku siapkan untukmu; pemberontakan!”. (Sajak Suara; Widji Thukul).
Kalimat heroik nan provokatif di atas adalah salah satu lantunan puisi perlawanan Widji Thukul. Puisi ini lantang diucapkan Widji Thukul ketika gaung reformasi pada Mei 1998 sedang memanas. Sehingga Mei tahun ini tepat 14 tahun pasca reformasi sekaligus hilangnya Widji Thukul. Meski patut disesalkan, bahwa harapan reformasi masih belum bisa dirasakan hingga kini.
Mungkin bagi pembaca nama Widji Thukul agak asing di telinga. Memang, dikalangan khalayak umum nama Widji Thukul tidak setenar WS. Rendra atau Gunawan Moehammad. Tapi jangan salah, jika mendengar puisinya bulu kuduk kita akan berdiri, merinding.
Widji Thukul lahir pada 24 Agustus 1963 di Saragenen, sebuah kampung kecil di daerah Solo, Jawa Tengah. Nama aslinya adalah Widji Widodo, anak tukang becak dari keluarga Katolik. Widji Thukul dibesarkan di kampung miskin yang sebagian besar penduduknya hidup bekerja sebagai penarik becak. Karenanya, Ia tak mampu mengeyam pendidikan tinggi. Bahkan tarena tekanan ekonomi terpaksa ia harus keluar dari bangku SMA.

Wayah Bungah Malem Jum’ah  

Posted by Unknown in


Malam jum’at tumrape bocah-bocah deso dadi bengi sing paling nyenengke ati. Awit ngopo dino iku bocah-bocah deso libur anggone ngaji rampunge barzanji age-age wae langsung iso dolenan. Wengi iku Aku (Hanif), Edi, Taufik, Laela lan konco-konco ngaji liyane wes duwe janji sak rampunge sekolah mengko bengi arep obak sodor (dolanan reguan sing gunakne kotak) lan gomberan (dolanan nglebokne kreweng sing ora iso nglebokne diukum). “ayo mengko bengi rampunge barzanji ayo podo yo, enake obak po yo?” ajakku neng konco-koncoku. “ayo bal-balan wae yo??”, nuture Taufik. “Ojo leh yen bal-balan iku tumrape cah lanang tok, lha aku lan konco-konco wedok liyane piye?” Jawab Laela. “yo wes, dolanan obak gomberan lan sodhor wae”. tuture Edi.  “setuju”. Jawab konco-konco serempak.

Dari Angkringan Untuk Indonesia  

Posted by Unknown in

Berjalan-jalan di kota Yogyakarta pasti kurang afdal  jika tidak mampir di Angkringan. Yah, itulah predikat warung sederhana warga Jogja yang mungkin tidak akan pernah ditemui di daerah lain. Warung bersahaja nan jauh dari nuansa kapitalis. Nasi kucing, sate keong, telur puyuh, dan gorengan adalah menu utamanya.
Secara etimologis, Angkringan berasal dari kata ‘angkring’ yang berarti duduk santai. Angkringan identik dengan gerobak dorong dengan nasi kucing yang dijajakan di pinggir-pinggir jalan. Gerobak angkringan hanya dibalut dengan terpal dan kapasitasnya tidak lebih dari delapan orang. Beroperasi mulai sore hari, ia mengandalkan penerangan tradisional yaitu senthir, dan juga dibantu oleh terangnya lampu jalan.

Membumikan Pendidikan Multikultural  

Posted by Unknown in

Dewasa ini dunia Islam Indonesia kembali ternodai akibat dua kasus kekerasan. Pertama, kasus intoleransi terhadap penganut Syiah yang terjadi di desa Karang Gayam, Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur pada 26 Agustus lalu. Kedua, kasus (dugaan) terorisme yang terjadi di Solo dan Depok. Keduanya dialamatkan pada agama Islam. Walhasil, stigmatisasi pun kian melekat pada Islam. Label Islam sebagai agama intoleran dan mengajarkan kekerasan pun semakin sulit ditanggalkan.
Melihat kedua kasus tersebut, saya teringat dua tesis besar yang pernah menghebohkan dunia. Pertama, Tesis Samuel P Huntington. Dalam bukunya The Clash of Civilizations and The Remaking of The World Order, Huntington meramalkan tentang benturan antar peradaban. Menurutnya, faktor agama memiliki andil besar dalam melahirkan konflik peradaban di masa depan.  Gagasan ini sempat memicu perdebatan sengit di beberapa Negara.
Mungkin saat ini khalayak ramai tengah mengapresiasi tesis Huntington tersebut. Pasalnya, tesisnya kini menjadi kenyataan. Merebaknya kasus terorisme adalah bukti bahwa konflik dan kekerasan yang berlatar belakang telah banyak menelan korban jiwa. Bahkan isu terorisme merupakan isu global dan menjadi perhatian serius banyak pihak.

Tatkala Agamawan Menjadi Abdul Butun  

Posted by Unknown in

Dewasa ini kita dikejutkan oleh pemberitaan miris dan menyesakkan hati. Hasil survey KPK mengabarkan bahwa ada dugaan tindak korupsi pengadaan Al-Qur’an. Proyek ini tak lain adalah salah satu agenda tahunan Direktorat Jenderal Pendidikan Agama Islam Kementrian Agama. Kasus ini menyeret nama politisi Golkar, Dzulkarnain Jabar, anaknya serta sejumlah pejabat Kemenag.
Kasus ini sekaligus menunjukkan kepada publik bahwa korupsi di negeri ini sudah terjadi di segala bidang. Termasuk bidang yang terkait dengan agama, yang semula sangat tabu bila sampai melakukan korupsi.
Kita pasti terkejut bagaimana mungkin sebuah institusi yang memiliki lambang sakral (Al-qur’an), melakukan korupsi pengadaan kitab suci. Pun lembaga yang di dalamnya berhimpun karyawan dan pimpinan berjiwa agamis, namun kenyataannya jiwa agama sama sekali tidak termanifestasi dalam etos kerjanya.
Kasus korupsi ini tentunya semakin memperburuk citra Kemenag di mata publik. Pasalnya, korupsi berlabel agama ini bukan kali pertama. Beberapa tahun silam di tubuh Kemenag (dulu Depag) juga pernah terjadi korupsi dana abadi ‘haji’ di Depag dan pelakunya juga dipenjara. Akibatnya Kemenag kian lekat dengan nuansa korup.