Otonomi Daerah  

Posted by Unknown in

Bab I
Pendahuluan
a.     Latar Belakang
Manusia adalah makhluk yang memiliki akal yang dalam eksistensinya selalu membutuhkan orang lain sebagai zoon politicon . Karena kodratnya sebagai makhluk yang saling membutuhkan satu sama lain, akhirnya mereka akan membentuk suatu komunitas yang mana dalam komunitas tersebut akan ada yang ditunjuk sebagai pemimpin di antara komunitas itu. Wilayah atau area yang luas di bumi ini mengakibatkan adanya pembagian kekuasaan antara komunitas-komunitas tersebut. Pembagian area tersebut dimungkinkan atas perbedaan yang ada pada system kehidupan komunitas itu, baik itu nilai, norma, budaya, bahasa dan lainnya.
Beranjak dari tulisan di atas, maka timbullah istilah otonomi di Indonesia sebagai perealisasi atas UUD 1945 yang telah diamanatkan dalam pasal-pasalnya. Otonomi tersebut lahir sebagai pengukuhan rasa persamaan ras yang ada di suatu daerah sebagai ciri budaya kesatuan Indonesia. Selain itu, luasnya wilayah Indonesia, yang mana ada komunitas atau sekumpulan masyarakatnya yang tinggal di daerah pegunungan, pantai atau kepulauan menyebabkan sulitnya pemerintah pusat untuk langsung menunggangi semuanya. Atas dasar inilah muncul otonomi daerah sebagai sarana untuk bisa menjamah daerah yang tidak bisa dijangkau pemerintah pusat.




Bab II
Pembahasan (Otonomi Daerah)
a.      Pengertian dan Dasar Hukum Otonomi Daerah
Perberlakuan system otonomi daerah merupakan amanat yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 amandemen kedua tahun 2000 untuk dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang yang dibentuk khusus untuk mengatur pemerintahan daerah. UUD 1945 pasca-amandemen itu mencantumkan permasalahan pemerintahan daerah dalam Bab VI, yaitu pasal 18, pasal 18A, dan pasal 18B. system otonomi daerah sendiri tertulis secara umum dalam pasal 18 untuk diatur lebih lanjut oleh Undang-Undang.
Pasal 18 ayat (2) menyebutkan, “Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.” Selanjutnya, pada ayat (5) tertulis, “Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-Undang ditentukan sebagai urusan pemerintahan pusat.” Dan ayat (6) pasal yang sama menyatakan, “ Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.”
Secara khusus, pemerintahan daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Namun, karena dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah, maka aturan baru pun dibentuk untuk menggantikannya. Pada 15 Oktober 2004, Presiden Megawati Soekarnoputri mengesahkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 memberikan definisi otonomi daerah sebagai berikut.
“Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”
UU Nomor 32 Tahun 2004 juga mendefinisikan daerah otonom sebagai berikut.
“Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam system Negara Kesatuan Republik Indonesia.”



b.      Sejarah Otonomi Daerah
Sejarah terbentuknya system otonomi daerah di Indonesia mengalami beberapa periodesasi. Dasar-dasar pembentukan otonomi daerah ini juga tidak terlepas dari landasan historis yang ada di daerah masing-masing terhadap Indonesia
1.      Periode I (1945-1948)
Peraturan perundangan yang pertama yang mengatur otonomi daerah di Indonesia adalah UUNo. 1 Tahun 1945. Undang-undang ini dibuat dalam keadaan darurat, sehingga sehingga hanya mengatur hal-hal yang bersifat darurat dan segera saja.UU ini menekankan pada aspek cita-cita kedaulatan rakyat melalui pengaturan pembentukan Badan Perwakilan Rakyat Daerah.

UU No. 1 Tahun 1945 menyebutkanada tiga jenis daerah yang memiliki otonomi yaitu:

1.      Karesidenan
2.      Kota otonom
3.      Kabupaten serta lain-lain daerah yang dianggap perlu (kecuali daerah Surakarta dan Yogyakarta)

Pemberian otonomi itu dilakukan dengan membentuk Komite Nasional Daerah sebagai Badan Perwakilan Rakyat Daerah. Sebagai penyelenggara pemerintahan daerah adalah Komite Nasional Daerah bersama-sama dengan dan dipimpin oleh Kepala Daerah. Untuk pemerintahan sehari-hari dibentuk Badan Eksekutif dari dan oleh Komite Nasional Daerah dan dipimpin oleh Kepala Daerah.

2.      Periode II (1948-1957)

Peraturan kedua yang mengatur tentang otonomi daerah di Indonesia adalah UU Nomor 22 Tahun 1948 yang ditetapkan dan mulai berlaku pada tanggal 15 April 1948.UU ini berfokus pada pengaturan tentang susunan pemerintahan daerah yang demokratis.

Dalam UU dinyatakan bahwa ada tiga tingkatan daerah otonom, yaitu:

1.      Propinsi
2.      Kabupaten/Kota Besar
3.      Desa/Kota Kecil, negeri, marga dan lain-lain




UU ini menganut sistem atau ajaran materiil. Sebagai mana dikatakan Nugroho (2001) bahwa peraturan ini menganutotonomi material, yakni dengan mengatur bahwa pemerintah pusat menentukan kewajiban apasaja yang diserahkan kepada daerah. Artinya setiap daerah otonom dirinci wewenangnya yang diserahkan, diluar itu merupakan wewenang pemerintah pusat.
3.      Periode III (1957-1965)

Pada periode ini berlaku UU No. 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah yang disebut juga Undang-undang tentang pokok-pokok pemerintahan 1956.

Dalam perjalanannya, UU ini mengalami dua kali penyempurnaan, yaitu dengan Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959 dan Penetapan Presiden Nomor 5 Tahun 1960. Adapun nama resmi dari sistem otonomi yang dianut adalah sistem otonomi riil, sebagaimana secara tegas dinyatakan dalam penjelasan UU tersebut. (Soejito;1976)

4.      Periode IV (1965-1974)

Pada periode ini berlaku UU No. 18 Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah.UU ini menganut sistem otonomi yang seluas-luasnya.

Dikatakan oleh Sujamto(1990), Seperti halnya UU No. 1 Tahun 1957 UU ini juga menganut sistem otonomi riil.

Dalam pelaksanaannya, meski konsepsinya adalah penyerahan otonomi daerah secara riil dan seluas-luasnya, namun kenyataannya otonomi daerah secara keseluruhan masih berupa penyerahan oleh pusat, daerah tetap menjadi aktor yang pasif.

5.      Periode V (1974-1999)

Pada periode ini berlaku UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah.

Menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974, otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam Undang-undang ini juga menganut prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab.

Menurut UU ini secara umum Indonesia dibagi menjadi satu macam Daerah Otonom sebagai pelaksanaan asas desentralisasi dan Wilayah Administratif sebagai pelaksanaan asas dekonsentrasi.




Daerah Otonom
Tingkatan
Nomenklatur Daerah Otonom
Tingkat I
Deerah Tingkat I/(Dati I)/Daerah Khusus Ibukota/Daerah Istimewa
Tingkat II
Daerah Tingkat II (Dati II)


Wilayah Administrasi
Tingkatan
Nomenklatur Wilayah Administratif
Tingkat I
Provinsi/Ibukota Negara
Tingkat II
Kabupaten/Kotamadya
Tingkat IIa
Kota Administratif
Tingkat III
Kecamatan

Nama dan batas Daerah Tingkat I adalah sama dengan nama dan batas Wilayah Provinsi atau Ibukota Negara. Ibukota Daerah Tingkat I adalah ibukota Wilayah Provinsi. Nama dan batas Daerah Tingkat II adalah sama dengan nama dan batas Wilayah Kabupaten atau Kotamadya. Ibukota Daerah Tingkat II adalah ibukota Wilayah Kabupaten.
Undang-undang No. 5 Tahun 1974 ini juga meletakkan dasar-dasar sistem hubungan pusat-daerah yang dirangkum dalam tiga prinsip:
1.         Desentralisasi, penyerahan urusan pemerintah dari Pemerintah atau Daerah tingkat atasnya kepada Daerah menjadi urusan rumah tangganya
2.         Dekonsentrasi, pelimpahan wewenang dari Pemerintah atau Kepala Wilayah atau Kepala Instansi Vertikal tingkat atasnya kepada Pejabat-pejabat di daerah
3.         Tugas Pembantuan, tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada Pemerintah Daerah oleh Pemerintah oleh Pemerintah Daerah atau Pemerintah Daerah tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya.
Meskipun harus diakui bahwa UU No. 5 Tahun 1974 adalah suatu komitmen politik, namun dalam prakteknya yang terjadi adalah sentralisasi yang dominan dalam perencanaan maupun implementasi pembangunan Indonesia. Salah satu fenomena paling menonjol dari pelaksanaan UU No. 5 Tahun 1974 ini adalah ketergantungan Pemerintah daerah  yang relatif tinggi terhadap pemerintah pusat.

6.      Periode VI (1999-2004)
Pada periode ini berlaku UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
Menurut UU ini Indonesia dibagi menjadi satu macam daerah otonom dengan mengakui kekhususan yang ada pada tiga daerah yaitu Aceh, Jakarta, dan Yogyakartadan satu tingkat wilayah administratif.
Tiga jenis daerah otonom adalah Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten, dan Daerah Kota. Ketiga jenis daerah tersebut berkedudukan setara dalam artian tidak ada hirarki daerah otonom. Daerah Provinsi berkedudukan juga sebagai wilayah administratif.
Undang-Undang menentukan bahwa pemerintahan lokal menggunakan nomenklatur "Pemerintahan Daerah". Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Otonom oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas Desentralisasi. Daerah Otonom (disebut Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota) adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu, berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
7.      Periode VII (mulai 2004)

Pada periode ini berlaku UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. UU ini menggantikan UU No. 22 Tahun 1999.

Menurut UU ini Indonesia dibagi menjadi satu jenis daerah otonom dengan perincian Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas daerah kabupaten dan daerah kota. Selain itu Negara mengakui kekhususan dan/atau keistimewaan yang ada pada empat daerah yaitu Aceh, Jakarta, Papua, dan Yogyakarta. Negara juga mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat (Desa atau nama lain) beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan.

Diberlakukannya UU No. 32 dan UU No. 33 tahun 2004, kewenangan Pemerintah didesentralisasikan ke daerah, ini mengandung makna, pemerintah pusat tidak lagi mengurus kepentingan rumah tangga daerah-daerah. Kewenangan mengurus, dan mengatur rumah tangga daerah diserahkan kepada masyarakat di daerah. Pemerintah pusat hanya berperan sebagai supervisor, pemantau, pengawas dan penilai.

Visi otonomi daerah dapat dirumuskan dalam tiga ruang lingkup utama, yaitu : Politik, Ekonomi serta Sosial dan Budaya.


BAB III
KEWENANGAN DAERAH

Pasal 7

1)      Kewenangan Daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain.

2)      Kewenangan bidang lain, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi, dan standardisasi nasional.

Pasal 8

1)      Kewenangan Pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah dalam rangka desentralisasi harus disertai dengan penyerahan dan pengalihan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia sesuai dengan kewenangan yang diserahkan tersebut.

2)      Kewenangan Pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur dalam rangka dekonsentrasi harus disertai dengan pembiayaan sesuai dengan kewenangan yang dilimpahkan tersebut.

Pasal 9

1)      Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota, serta kewenangan dalam bidang pemerintahan tertentu lainnya.

2)      Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom termasuk juga kewenangan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.

3)      Kewenangan Propinsi sebagai Wilayah Administrasi mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur selaku wakil Pemerintah.



Pasal 10

1)      Daerah berwenang mengelola sumber daya nasional yang tersedia di wilayahnya dan bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

2)      Kewenangan Daerah di wilayah laut, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, meliputi:

a.       eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut sebatas wilayah laut tersebut
b.      pengaturan kepentingan administratif
c.       pengaturan tata ruang
d.      penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh Daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah
e.       bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan negara

3)      Kewenangan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota di wilayah laut, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), adalah sejauh sepertiga dari batas laut Daerah Propinsi.

4)      Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 11

1)      Kewenangan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota mencakup semua kewenangan pemerintahan selain kewenangan yang dikecualikan dalam Pasal 7 dan yang diatur dalam Pasal 9.

2)      Bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota meliputi pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi, dan tenaga kerja.

Pasal 12

Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 9 ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.



Pasal 13

1)      Pemerintah dapat menugaskan kepada Daerah tugas-tugas tertentu dalam rangka tugas pembantuan disertai pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkannya kepada Pemerintah.

2)      Setiap penugasan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan Bab IV tentang Kewenangan Daerah dalam UUNo. 22 Tahun 1999, maka, pembagian kekuasaan antara pusat dan daerah dilakukan berdasarkan prinsip negara kesatuan tetapi dengan semangat fedralisme. Jenis yang ditangani pusat hampir sama dengan yang ditangai oleh pemerintah di negara federal, yaitu hubungan luar negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan agama serta berbagai jenis urusan yang memang lebih efisien ditangani secara sentral oleh pemerintah pusat seperti kebijakan makro ekonomi standarisasi nasional, administrasi pemerintahan, badan usaha milik negara dan pengembangan sumber daya manusia.

Kewenangan propinsi sebagai daerah administrasi mencakup:

1.         Kewenangan bersifat lintas kabupaten dan kota
2.         Kewenangan pemerintahan lainnya, seperti perencanaan dan pengendalian pembangunan regional secara makro
3.         Kewenangan kelautan
4.         Kewenangan yang tidak atau belum dapat ditangani daerah kabupaten dan kota
Kewenangan pemerintah kabupaten dan kota sebagai daerah otonomi:

1.         Pertahanan
2.         Pertanian
3.         Pendidikan dan kebudayaan
4.         Tenaga kerja
5.         Kesehatan
6.         Lingkungan hidup
7.         Pekerjaan umum
8.         Perhubungan
9.         Perdagangan dan industri
10.     Penanaman modal
11.     Koperasi

Penyerahan kesebelas jenis kewenangan ini kepada daerah otonomi kabupaten dan daerah otonomi kota dilandasi oleh sejumlah pemikiran:

1.         Makin dekat produsen dan distributor pelayanan publik dengan warga masyarakat yang dilayani, semakin tepat sasaran, merata, berkualitas dan terjangkau pelayanan publik tersebut.
2.         Penyerahan 11 jenis kewenangan itu kepada daerah otonom kabupaten dan daerah otonom kota akan membuka peluang dan kesempatan bagi aktor-aktor politik lokal dan sumber daya manusia yang berkualitas didaerah untuk mengajukan prakarsa, berkreativitas dan melakukan inovasi.
3.         Karena distribusi sumber daya manusia yang berkualitas tidak merata.
4.         Pengangguran dan kemiskinan sudah menjadi masalah nasional yang tidak saja hanya dipikulkan kepada pemerintah pusat semata.

A.    Model Desentralisasi
Menurut  Rondinelli  (dalam  Srijanti,  2010:182),  terdapat  empat  model  desentralisasi,  yaitu : 
1.        Dekonsentralisasi,  yaitu  pelimpahan  wewenang  pemerintahan  oleh  pemerintah ke-pada  Gubernur  sebagai  wakil  pemerintah,  dan  atau  kepada  instansi  vertikal  di
 wilayah tertentu. 
2.        Delegasi,  yaitu pelimpahan pengambilan keputusan dan kewenangan manajeria untuk melakukan tugas khusus kepada suatu organisasi, secara tidak langsung berada di bawah pengawasan pemerintah pusat. 
3.        Devolusi, yaitu transfer kewenangan untuk pengambilan keputusan, keuangan, dan manajemen kepada unit otonomi pemerintah daerah. 
4.        Privatisasi,  yaitu tindakan pemberian  kewenangan dari pemerintah  kepada badan badan sukarela, swasta, dan swadaya masyarakat. 

B.     Mengapa  Ada Daerah Istimewah?
Mungkin kita bertanya-tanya dalam pikiran kita, mengapa mesti ada daerah istimewah dalam system otonomi daerah di Indonesia? Apakah hal tersebut tidak menyebabkan kesenjangan sosial antara provinsi yang satu dengan yang lain? Dan mengapa daerah DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Aceh, Surakarta, dan Irian Jaya merupakan daerah istimewah dalam perjalanan periodesasi keotonomian daerah di Indonesia?
Jakarta, daerah ini merupakan Ibukota Negara sehingga memiliki keistimewahan dibanding dengan daerah yang lain. Periode-periode awal, Surakarta (Solo) merupakan daerah istimewah dikarenakan sejak zaman colonial Belanda dahulu, Solo merupakan Negara bagian dari daerah colonial, hal inilah yang menyebabkannya menjadi istemewah. Tetapi hal ini tidak lama, sehingga Solo hanya dianggap pemerintahan daerah tingkat II yang tidak memiliki keistimewahan. DI Yogyakarta, daerah ini mendapatkan keistimewahannya sama seperti Solo. Akan tetapi, daerah ini banyak nilai historis perjuangan nasional bergolak di dalamnya. Yogyakarta merupakan daerah penyumbang dana perdana bagi system birokrasi di pemerintahan Indonesia awal, selain itu daerah ini sempat menjadi Ibukota Negara saat Jakarta jatuh ke tangan Belanda dan Presiden Sukarno ditangkap ketika pasca kemerdekaan.
Lalu, bagaimana dengan Aceh dan Irian Jaya? Apakah daerah ini merupakan daerah yang sama seperti keistimewahan daerah seperti yang telah dijelaskan di atas? Dua daerah ini mendapatkan keistimewahan dari hasil Konferensi Meja Bundar di Den Hag tentang kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hasil Konferensi Meja Bundar:
  • Serahterima kedaulatan dari pemerintah kolonial Belanda kepada Republik Indonesia Serikat, kecuali Papua bagian barat. Indonesia ingin agar semua bekas daerah Hindia Belanda menjadi daerah Indonesia, sedangkan Belanda ingin menjadikan Papua bagian barat negara terpisah karena perbedaan etnis. Konferensi ditutup tanpa keputusan mengenai hal ini. Karena itu pasal 2 menyebutkan bahwa Papua bagian barat bukan bagian dari serahterima, dan bahwa masalah ini akan diselesaikan dalam waktu satu tahun
  • Dibentuknya sebuah persekutuan Belanda-Indonesia, dengan monarch Belanda sebagai kepala negara
  • Pengambil alihan hutang Hindia Belanda oleh Republik Indonesia Serikat
1.      Keradjaan Nederland menjerahkan kedaulatan atas Indonesia jang sepenuhnja kepada Republik Indonesia Serikat dengan tidak bersjarat lagi dan tidak dapat ditjabut, dan karena itu mengakui Republik Indonesia Serikat sebagai Negara yang merdeka dan berdaulat.
2.      Republik Indonesia Serikat menerima kedaulatan itu atas dasar ketentuan-ketentuan pada Konstitusinja; rantjangan konstitusi telah dipermaklumkan kepada Keradjaan Nederland.
3.      Kedaulatan akan diserahkan selambat-lambatnja pada tanggal 30 Desember 1949
Rantjangan Piagam Penjerahan Kedaulatan.

Meninjau dari KMB di atas, Irian Jaya merupakan daerah yang masih dalam perselisihan antara Indonesia dengan Belanda. Sehingga, setelah perjanjian KMB selesai dan ditindaklanjuti, maka diadakan jajak pendapat dengan keputusan Irian Jaya mengakui atau ikut ke dalam kedaulatan NKRI. Tetapi, belakangan ini terdapat isu bahwa jajak pendapat tersebut memiliki ketidakjelasan yang pasti. Hal ini yang menyebabkan maraknya gerakan Kemerdekaan atas Irian Jaya.
Lalu bagaimana dengan Aceh?  Dahulu daerah ini memiliki nama DI Aceh, mengapa daerah ini istimewah? Daerah ini istimewah juga beranjak atas KMB tersebut. Ketika zaman colonial Belanda, Aceh merupakan daerah yang dipegang oleh Inggris dan Inggris sendiri mengakui bahwa Aceh adalah sebuah Negara. Hal ini tercantum dalam Perjanjian London dan Traktat Siak. Beranjak dari perjanjian tersebut, dapat juga dilihat dari penyebab Perang Aceh, yaitu:
Perang Aceh disebabkan karena:
  • Belanda menduduki daerah Siak. Akibat dari Perjanjian Siak 1858. Di mana Sultan Ismail menyerahkan daerah Deli, Langkat, Asahan dan Serdang kepada Belanda, padahal daerah-daerah itu sejak Sultan Iskandar Muda, berada di bawah kekuasaan Aceh.
  • Belanda melanggar perjanjian Siak, maka berakhirlah perjanjian London tahun 1824. Isi perjanjian London adalah Belanda dan Britania Raya membuat ketentuan tentang batas-batas kekuasaan kedua daerah di Asia Tenggara yaitu dengan garis lintang Singapura. Keduanya mengakui kedaulatan Aceh.
  • Aceh menuduh Belanda tidak menepati janjinya, sehingga kapal-kapal Belanda yang lewat perairan Aceh ditenggelamkan oleh pasukan Aceh. Perbuatan Aceh ini didukung Britania.
  • Dibukanya Terusan Suez oleh Ferdinand de Lesseps. Menyebabkan perairan Aceh menjadi sangat penting untuk lalu lintas perdagangan.
  • Ditandatanganinya Perjanjian London 1871 antara Inggris dan Belanda, yang isinya, Britania memberikan keleluasaan kepada Belanda untuk mengambil tindakan di Aceh. Belanda harus menjaga keamanan lalulintas di Selat Malaka. Belanda mengizinkan Britania bebas berdagang di Siak dan menyerahkan daerahnya di Guyana Barat kepada Britania.
  • Akibat perjanjian Sumatera 1871, Aceh mengadakan hubungan diplomatik dengan Konsul Amerika Serikat, Kerajaan Italia, Kesultanan Usmaniyah di Singapura. Dan mengirimkan utusan ke Turki Usmani pada tahun 1871.
  • Akibat hubungan diplomatik Aceh dengan Konsul Amerika, Italia dan Turki di Singapura, Belanda menjadikan itu sebagai alasan untuk menyerang Aceh. Wakil Presiden Dewan Hindia Frederik Nicolaas Nieuwenhuijzen dengan 2 kapal perangnya datang ke Aceh dan meminta keterangan dari Sultan Machmud Syah tentang apa yang sudah dibicarakan di Singapura itu, tetapi Sultan Machmud menolak untuk memberikan keterangan.
Hal ini yang menyebabkan bahwa Aceh tidak bagian dari kedaulatan Belanda, sehingga Aceh menganggap bukan kedaulatan NKRI (KMB). Untuk mempertahankan Aceh pada Indonesia, pemerintah memberikan keistimewahan pada Aceh.
Awal mula dari perpecahan dan keistimewahan di Indonesia berakar pada hasil KMB tersebut, termasuk juga Jakarta dan DI Yogyakarta. Satu hal yang membuktikan hal ini adalah lepasnya Timor Leste dari NKRI setelah diadakan jajak pendapat pada 1999. Timor Leste mengakui bukan daerah jajahan Belanda melainkan jajahan dari Portugal sehingga mereka lepas dari kedaulatan NKRI.



Bab IV
Kesimpulan

1.      Berdasarkan Undang-undang yang mengatur tentang otonomi daerah, maka sejarah otonomi daerah di Indonesia dibagi menjadi 7 periode, yaitu:

a.       Periode I (1945-1948), berlaku UU No. 1 Tahun 1945
b.      Periode II (1948-1957), berlaku UU No. 22 Tahun 1948
c.       Periode III (1957-1965), berlaku UU No. 1 Tahun 1957
d.      Periode IV (1965-1974), berlaku UU No. 18 Tahun 1965
e.       Periode V (1974-1999), berlaku UU No. 5 Tahun 1975
f.       Periode VI (1999-2004), berlaku UU No. 22 Tahun 1999
g.      Periode VII (mulai 2004), berlaku  UU No. 32 Tahun 2004

2.      Berdasarkan Bab IV tentang Kewenangan Daerah dalam UUNo. 22 Tahun 1999, maka, pembagian kekuasaan antara pusat dan daerah dapat dikelompokkan menjadi:

a.         Kewenangan pemerintah pusat:

1.      Hubungan luar negeri,
2.      Pertahanan dan keamanan
3.      Peradilan
4.      Moneter
5.      Agama
6.      Urusan yang memang lebih efisien ditangani secara sentral oleh pemerintah pusat (seperti kebijakan makro ekonomi standarisasi nasional, administrasi pemerintahan, badan usaha milik negara dan pengembangan sumber daya manusia)

b.         Kewenangan propinsi sebagai daerah administrasi mencakup:

1.      Kewenangan bersifat lintas kabupaten dan kota
2.      Kewenangan pemerintahan lainnya, seperti perencanaan dan pengendalian pembangunan regional secara makro
3.      Kewenangan kelautan
4.      Kewenangan yang tidak atau belum dapat ditangani daerah kabupaten dan kota

c.         Kewenangan pemerintah kabupaten dan kota sebagai daerah otonomi
1.      Pertahanan
2.      Pertanian
3.      Pendidikan dan kebudayaan
4.      Tenaga kerja
5.      Kesehatan
6.      Lingkungan hidup
7.      Pekerjaan umum
8.      Perhubungan
9.      Perdagangan dan industri
10.  Penanaman modal
11.  Koperasi

3.      Konferensi Meja Bundar di Den Haag merupakan awal dari atau cikal bakal dari dari keistimewahan dan pembagian daerah yang ada di Indonesia. Adapun daerah yang mengalami keistimewahan dihitung dari periode awal kemerdekaan di Indonesia adalah:
a.       Daerah Khusus Ibukota Jakarta
b.      Daerah Istimewah Yogyakarta
c.       Nanggroe Aceh Darussalam
d.      Irian Jaya
e.       Surakarta (Solo)

This entry was posted on Jumat, November 16, 2012 at 7:05 AM and is filed under . You can follow any responses to this entry through the comments feed .

0 comments

Posting Komentar