IDHUL FITRI : Media Transformasi Menuju Tatanan Masyarakat Yang Makmur, Sejahtera Dan Berkeadilan Sosial  

Posted by MUSLIH SUMANTRI in

Oleh: Muslih Sumantri*
Gema takbir telah dikumandangkan, jutaan muslim menyambut hari kemenangan dengan suka cita seiring dengan berakhirnya bulan Ramadan. Pasar-pasar dan mal-mal disesaki dengan para pembeli mulai dari anak-anak, laki-laki, peremuan, tua muda, kaya maupun miskin. Semua ingin membelanjakan uang yang slama ini mereka kumpulkan dengan memeras keringat. Terjadi lonjakan konsumen dimanapun tempat yang menyediakan barang. Obral dan discount besar-besaran oleh para pedagang pasar tradisional maupu dimal-mal milik para korporat. Tidak ketiggalan juga media masa dan elektronik mengembar-gemborkan produk-produk dalam maupun luar negri untuk menarik para pembeli dari masyarat dari kalangan elit, menengah dan menengah kebawah.
Hal ini sangat ironis ketika melihat realitas masyarakat yang ada yaitu angka kemiskinan yang terus melonjak dari tahun ketahun, tanpa disadari hal ini tidak lebih dari akibat penjajahan model baru dengan isu globalisasi dan media sebagai pengendali kesadaran (fasisme media) masyarakat untuk selalu menyisihkan sebagian besar dari penghasilan mereka untuk membeli barang-barang yang kuarang bermanfaat bagi mereka yaitu baju, celana, sandal, perabot, sampai alat-alat elektroik yang terbaru sebagai identitas atas kelas sosial dalam struktur masyarakat.
Fenomena masyarakat diatas tidak terlepas dari legitimasi agama, dengan dalih bahwa semua itu untuk menyambut hari raya yang datang setahun sekali. Masyarakat dihibur sejenak dengan pesta tahunan yang dibungkus oleh smagat keagamaan yang semestinya Idul Fitri digunakan sebagai pijakan awal satu tahu kedepan untuk menuju masyarat yang sejahtera, yaitu titik dimana masyarat muslim harus instropeksi diri dan menata kembali hati dan fikiran utuk setahun yang akan datang agar lebih baik, bukan untuk berfoya-foya menghamburkan harta dalam waktu sejenak.
Islam adalah agama yang pada kelahirannya mempunyai spirit pembebas dari kebodohan dan gaya hidup hedon masyarakat Arab. Islam menganjurkan untuk hidup sederhana dan menjauhkan dari sifat-sifat yang tidak berguna seperi hidup hedon, foya-foya dan senang-senang seperti pesta tahunan Idhul Fitri ini. Disini agama tidak digunakan sebagai spirit pembebas dari kemisinan seperti permualaan dari kelahirannya akan telapi malah sebagai alat legitimasi atas kemiskinan dan gaya hidup.
Memang sangat naif ketika kita hanya menyalahkan masyarakat atas realitas yang ada skarang ini. Kita tidak bisa membebankan semua derita yang ada hanya kepada masyarakat akan tetapi kemiskinan yang sudah sedemikian ini tidak terlepas dari tanggung jawab para pemimpin dan pemerintah serta peran para ulama yang selama ini telah disibukkan oleh hal-hal yang berbau politik.
Para pemimpin dan pemerintah seharusnya mampu membangun kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan idhul fitri sebagai transformasasi menuju tatanan masyarakat yang sejahtera, dengan memanfaatkan sarana dan kuasa yang dimiki yaitu sarana baik media maupun contoh perilaku yang lebih populis sebagai wujud atas rasa prihatin yang melanda bangsa ini yaitu kemiskinan sistemik, kuasa pemerintah utuk mebentuk sebuah peraturan dan s membangun sistem yang lebih baik guna meingkatkan kesejahteraan msyarakat dengan spirit idhul fitri.
Para kiai dan ulama yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, dituntut untuk lebih progresif dalam menanggapi fenomena masyarakat dalam menyambut datangnya hari raya. Selama ini ulama terlau buta atau membutakan diri dengan realitas diatas, sehingga kehilangan karisma untuk menjaga moral masyarakat dalam menghadapi kehidupan yang begitu mengerikan, serta tidak mendidik masyarakat dalam menyambut idhul fitri dengan memberikan contoh yang selayaknya tidak dilakukan oleh para ulama yang notabenenya hidup penuh kesederhanaan.
Idhul fitri direduksi sedemikin rupa oleh para ulama-ulamaan (ulama yang tidak paham apa itu ulama yang sesungguhnya) sehingga masyarakat salah dalam memahami smangat pembebas idhul fitri. Masyarakat telah terlenakan oleh gaya hidup yang glamour oleh para ustadz yang ditampilkan dalam televisi sehingga mengakibatkan kesadaran kolektif masyarakat, hal ini juga digunakan atas legalitas kehidupan beragama dalam tatanan masyarakat dan contoh perilaku yang dianggap islami.
Lalu apa yang harus kita lalukan ketika realiatas berbicara seperti diatas, akankah keadaan yang sudah akut ini akan kita diamkan saja sementara kita hanya duduk-duduk sembari memaki dan menyalahkan mereka. Apakah para pemimpin, pemerintah dan ulama akan terus memanjakan serta memberi meraka kata-kata dan harapan-harapan akan kemakmuran serta kesejahteraan mereka. Dan apapila mereka tetap memejamkan mata, kesejahteraan dan kemakmuran hanyalah impian utopis belaka.
Dengan memontum idul fitri ini mari kita mulai dari diri sendiri yang selanjutnya diteruskan oleh para pemimpin, pemerintah dan ulama bersama-sama mengurangi dan meberangus realitas kehidupan masyarakat yang kurang baik, dengan sesuai tugasnya masing-masing untuk saling bahu-membahu menanggulangi dan mencerdaskan serta menciptakan kesadaran yang semestinya mereka dapat yaitu spirit keagamaan yang membebaskan dari kemiskinan yang semakin kokoh ini untuk menciptakan tatanan masyarakat yang makmur, sejahtera dan berkeadilan sosial.
*Penulis adalah staf peneliti Wisma Tradisi Yogyakarta yang intens




This entry was posted on Selasa, Oktober 13, 2009 at 1:57 PM and is filed under . You can follow any responses to this entry through the comments feed .

0 comments

Posting Komentar