Posted by MUSLIH SUMANTRI in

Analisis Tentang Fenomena Munculnya Fundamentalis
Forum Pembela Islam (FPI), Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), dan gerakan-gerakan yang berasaskan Islam lainnya adalah sebuah fenomena sosial yang jamak dijumpai di Indonesia dan banyak negara berkembang lain yang mayoritas warganya adalah Muslim. Ditilik dari sejarah kemunculan dan perkembangannya gerakan yang cenderung radikal seperti ini biasanya lahir dari represi pemerintah yang curiga terhadap gerakan-gerakan (bisa keagamaan, bisa juga sosial-politik) yang biasanya menyuarakan 'pembebasan' dari penindasan yang dilakukan oleh rezim pemerintah yang otoriter.
Di Indonesia gerakan-gerakan keagamaan, khususnya Islam, pada waktu Orde Baru bertahta diawasi begitu ketat karena pemerintah merasa terancam oleh eksistensi gerakan-gerakan tersebut yang dianggap berpotensi merongrong legitimasi pemerintah dan pada akhirnya dapat membahayakan kekuasaan. Oleh karena itu gerakan keagamaan semacam ini melakukan kegiatannya secara diam-diam dan cenderung eksklusif.
Setelah pada medio 1998 lalu pemerintah Orde Baru tumbang, rantai yang selama ini selalu membelenggu gerakan-gerakan tersebut seakan ikut putus. Dengan momentum reformasi dan demokrasi di segala bidang, gerakan-gerakan tersebut kemudian mulai memaklumkan diri ke segala penjuru negeri. Cabang-cabang baru dibuka di berbagai daerah dan diikuti oleh perekrutan anggota baru secara terbuka.
Ketika jendela informasi mulai terbuka dengan lebar, negeri kita mulai dipukul bertubi-tubi oleh kedatangan banyak budaya baru yang sebelumnya belum pernah kita kenal (melalui internet atau jaringan TV kabel misalnya). Mainstream pemikiran liberal mulai menjangkiti sebagian besar kaum muda negeri ini, kebebasan individu mulai diusung sebagai kepercayaan baru, dan modernisasi tidak terelakkan lagi menjadi suatu keniscayaan yang mutlak harus dilakukan.
Dalam kurun waktu itu di kota-kota besar mulai terjadi dekadensi nilai-nilai dan kearifan lokal yang menyebabkan sebagian besar kaum muda kemudian terjebak dalam demoralisasi. Di tengah suasana seperti ini ditambah elite-elite republik yang sibuk merebut dan mempertahankan kekuasaan daripada memikirkan kesejahteraan publik, gerakan-gerakan tersebut menawarkan Islam dan hukum-hukum Islam sebagai solusi dan ide negara Islam sebagai jalan keluar terbaik.
Sebenarnya mereka, gerakan-gerakan Islam semacam ini, adalah bagian dari masyarakat dunia yang termarjinalisasi dari pengaruh kemajuan zaman. Penemuan-penemuan baru di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya informasi, melahirkan sesuatu yang sebelumnya tidak dikenal oleh dunia, melahirkan sesuatu yang dianggap menyelamatkan dunia dari kegelapan, melahirkan apa yang sekarang kita kenal dengan globalisasi. Kemajuan teknologi yang mengakibatkan lancarnya arus distribusi informasi dari satu belahan dunia ke belahan dunia yang lain membuat gerakan-gerakan ini semakin teralienasi dari masyarakat yang seakan berkata 'ya' pada globalisasi. Dan mereka ini, gerakan-gerakan tersebut, sebenarnya adalah anak haram globalisasi yang kemunculannya tidak diinginkan oleh dunia barat yang menyeleweng dan bersetubuh dengan kemajuan iptek.
Jalan pikiran mereka sebenarnya sederhana, yaitu ingin mempertahankan identitas ke-Islam-an yang semakin digerus oleh evolusi budaya, oleh suatu darwinisme sosial yang hendak menyingkirkan budaya-budaya lama yang kaku dan tidak fleksibel ketika berhadapan dengan modernitas. Secara sadar atau tidak sadar mereka hanya menjalankan hukum alam aksi-reaksi. Mereka hanya mempertahankan diri dari ekspansi budaya populer yang datang dari Barat. Globalisasi yang membawa angin modernisasi ke dunia Timur menyebabkan suatu benturan budaya yang dapat memicu terjadinya pertempuran antar peradaban (clash of civilization).
Lalu mengapa mereka melakukan kekerasan? Mereka melihat bahwa masyarakat melakukan hal-hal yang bertentangan bahkan dilarang oleh Islam namun dilegalkan oleh keadaan. Maksudnya adalah aparat berwenang yang seharusnya menindak hal-hal yang dianggap maksiat tidak bertindak apa-apa ketika melihat kemaksiatan itu terjadi dan masyarakat yang mengetahui pun tidak mempunyai kuasa untuk bertindak, jadi mereka menganggap tanggung jawab untuk bertindak ada pada diri mereka sebagai Muslim yang saleh dan benar, dan jalan yang seringkali mereka tempuh untuk mengatasi kemaksiatan seperti ini adalah dengan cara-cara represi fisik, seperti yang dulu pemerintah Orde Baru pernah lakukan pada mereka. Gerakan-gerakan tersebut berani bertindak seperti ini karena adalah suatu realita bahwa mereka adalah mayoritas di republik ini dan hal tersebut (bahwa mereka adalah mayoritas) merangsang kemunculan mentalitas mayoritas yang terkadang begitu kuat dan membuat mereka merasa berkuasa karena menang jumlah.
Lalu mengapa juga sebagian dari gerakan-gerakan tersebut mempunyai pandangan yang negatif terhadap umat agama lain? Sebenarnya sedikit banyak hal ini dipengaruhi oleh asal mula kelahiran globalisasi yang terkait dengan semangat kapitalisme yang berakar dari etika Kristen (Protestan), selain dari persoalan di Timur Tengah tentunya. Dalam bukunya yang berjudul "The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism", Max Weber menganggap kapitalisme sebagai sumber perkembangan ekonomi Barat berasal dari agama, terutama dari reformasi Protestan dan doktrinnya tentang kesederhanaan dan kewajiban moral untuk bekerja, serta konsep tentang 'panggilan'.
Menurut hemat saya menjadi tidak bijak juga jika kita hanya menghakimi bahwa apa yang selama ini gerakan-gerakan seperti FPI atau MMI lakukan adalah sesuatu yang salah. Sebelum menghakimi sesuatu lebih lanjut, ada baiknya jika kita merunut akar persoalan yang sebenarnya, asal muasal, dan sebab musabab mengapa mereka melakukan hal-hal itu, karena jika ada asap pastilah sebelumnya ada api yang terpercik. Kejadian-kejadian seperti itu dapat kita jadikan bahan renungan dan refleksi yang membuat kita semakin mengerti dan membuka mata terhadap realitas. Apa yang sudah, sedang, dan akan terjadi di negeri ini adalah tanggung jawab kita semua sebagai kaum muda negeri yang dilahirkan untuk menjadi pejuang-pejuang pembaharu dunia yang berhati nurani yang benar, berkompeten, dan berkepedulian sosial. Kita semua adalah kaum muda republik yang ditakdirkan untuk membantu mengubah wajah republik ini, dan oleh karena itu kita dituntut untuk berpikir kritis, solutif, dan berintegritas.
Saya terbuka untuk berdiskusi lebih lanjut, silakan memberi pendapat dan sanggahan atas tulisan saya. Saya tidak bermaksud untuk menyinggung apalagi menyerang kelompok tertentu, jika dalam tulisan saya ada kata-kata yang kurang berkenan, saya mohon maaf. Untuk lebih mendalami persoalan dan studi tentang globalisasi, anda semua bisa juga membaca buku-buku seperti,
"Gelombang Ketiga" (Alvin Toffler),
"Konsekuensi-konsekuensi Modernisasi" (Anthony Giddens),
"Lexus dan Pohon Zaitun" (Thomas L. Friedman),
"Dunia yang Dilipat" (Yasraf Amir Piliang), "Krisis Kapitalisme Global" (George Soros),
"Demokrasi dalam Tatanan Global" (David Held), dll.

This entry was posted on Senin, Juni 30, 2008 at 6:58 PM and is filed under . You can follow any responses to this entry through the comments feed .

0 comments

Posting Komentar